Sabtu, 17 Juli 2010

Walhi: Hutan Sumsel Mayoritas Rusak


Palembang (ANTARA News) - Hutan di Provinsi Sumatra Selatan (Sumsel) mayoritas rusak akibat pembalakan liar, erosi dan berbagai gangguan alam lainnya, kata Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Anwar Sadat di Palembang, Sabtu.
Ia mengatakan, dari 3,7 juta hektare hutan yang ada di provinsi ini, hanya satu juta ha di antaranya yang masih lebat dan baik.
Kerusakan itu antara lain akibat masih adanya penebangan liar, dan berbagai kerusakan akibat alam lainnya, kata dia pula.
Oleh karena itu mulai dari sekarang menghentikan penebangan liar karena hutan yang rusak akan berdampak banjir, longsor dan berbagai bencana alam lainnya, ujar dia.
Ketika ditanya tentang program "satu orang satu pohon" yang dicanangkan beberapa waktu lalu, ia mengatakan, itu memang cukup baik terutama dalam meningkatkan kesadaran masyarakat untuk melestarikan lingkungan.
Namun, lanjut dia, program itu belum begitu maksimal dengan kondisi hutan yang rusak sekarang ini.
Sehubungan itu diharapkan seluruh aparat dan lapisan masyarakat untuk bersama-sama melestarikan hutan supaya lingkungan tetap hijau, kata dia.
Selain itu perlu adanya penataan lingkungan supaya daerah-daerah yang rawan banjir dan longsor diharapkan tidak terjadi bencana lagi, tambah dia. (U005/K004)
Palembang (ANTARA News) - Hutan di Provinsi Sumatra Selatan (Sumsel) mayoritas rusak akibat pembalakan liar, erosi dan berbagai gangguan alam lainnya, kata Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Anwar Sadat di Palembang, Sabtu.
Ia mengatakan, dari 3,7 juta hektare hutan yang ada di provinsi ini, hanya satu juta ha di antaranya yang masih lebat dan baik.
Kerusakan itu antara lain akibat masih adanya penebangan liar, dan berbagai kerusakan akibat alam lainnya, kata dia pula. 
Oleh karena itu mulai dari sekarang menghentikan penebangan liar karena hutan yang rusak akan berdampak banjir, longsor dan berbagai bencana alam lainnya, ujar dia.
Ketika ditanya tentang program "satu orang satu pohon" yang dicanangkan beberapa waktu lalu, ia mengatakan, itu memang cukup baik terutama dalam meningkatkan kesadaran masyarakat untuk melestarikan lingkungan.
Namun, lanjut dia, program itu belum begitu maksimal dengan kondisi hutan yang rusak sekarang ini.
Sehubungan itu diharapkan seluruh aparat dan lapisan masyarakat untuk bersama-sama melestarikan hutan supaya lingkungan tetap hijau, kata dia. 
Selain itu perlu adanya penataan lingkungan supaya daerah-daerah yang rawan banjir dan longsor diharapkan tidak terjadi bencana lagi, tambah dia. (U005/K004)

Hutan Wanagama, Perintis Keberhasilan Pembelukaran

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Penghijauan dengan Konsep Pembelukaran di Hutan Wanagama, Gunung Kidul, DIY telah diadopsi dan menjadi rujukan penghijauan bagi daerah tandus lainnya. Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada sebagai pengelola Hutan Wanagama, sedang menata ulang kawasan hutan seluas 600 hektar ini agar lebih menarik untuk wisata.
Penataan ulang Hutan Wanagama, antara lain dilakukan dengan memindahkan pintu masuk sehingga lebih mudah diakses masyarakat. Pintu masuk baru ini diharapkan juga bisa kembali menghidupkan satu-satunya Museum Kayu di Indonesia yang terletak di Hutan Wanagama dan selama ini cenderung telantar.
Dekan Fakultas Kehutanan UGM M. Naim mengungkapkan Hutan Wanagama berkontribusi besar untuk p endidikan dan penelitian. Selain fungsi akademis, Hutan Wanagama pun dimanfaatkan sebagai obyek wisata. Beberapa kemenarikan H utan Wanagama adalah kehadiran air terjun, lebih dari lima mata air yang tidak kering sepanjang tahun, serta kerimbunan lebih dari 100 jenis pohon.
Pada awal pembangunannya, Wanagama merupakan bukit gundul yang tandus dan kering. Kehidupan di lokasi ini dimulai ketika tim dari Fakultas Kehutanan UGM melakukan penghijauan dengan teori pembelukaran. Mereka me nanam sebanyak mungkin jenis tanaman pionir yang mampu memperbaiki kondisi tanah, tata air, dan iklim mikro.
Tanam pionir yang didominasi jenis legum memiliki kemampuan mengikat nitrogen di udara sehingga sanggup menyuburkan tanah. Kesuburan tanah juga didongkrak dari tumpukan biomassa humus yang berasal dari pembusukan daun. Hasil dari teori pembelukaran ini baru bisa dinikmati setelah kurun waktu 10-15 tahun.
"Keberhasilan penghijauan di Hutan Wanagama Gunung Kidul mendorong UGM untuk mengembangkan penghijauan seluas 20.000 hektar di Hutan Wanagama II Jambi yang bertipe tropis basah. Hutan Wanagama III bertipe hutan monsoon juga dibangun di Ngawi. Hutan Wanagama menjadi spirit untuk kegiatan pembangunan kehutan an di wilayah lain. Dari Wanagama, kita membangun Indonesia," ujar Naim.
YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Penghijauan dengan Konsep Pembelukaran di Hutan Wanagama, Gunung Kidul, DIY telah diadopsi dan menjadi rujukan penghijauan bagi daerah tandus lainnya. Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada sebagai pengelola Hutan Wanagama, sedang menata ulang kawasan hutan seluas 600 hektar ini agar lebih menarik untuk wisata.
Penataan ulang Hutan Wanagama, antara lain dilakukan dengan memindahkan pintu masuk sehingga lebih mudah diakses masyarakat. Pintu masuk baru ini diharapkan juga bisa kembali menghidupkan satu-satunya Museum Kayu di Indonesia yang terletak di Hutan Wanagama dan selama ini cenderung telantar.
Dekan Fakultas Kehutanan UGM M. Naim mengungkapkan Hutan Wanagama berkontribusi besar untuk p endidikan dan penelitian. Selain fungsi akademis, Hutan Wanagama pun dimanfaatkan sebagai obyek wisata.
Beberapa kemenarikan H utan Wanagama adalah kehadiran air terjun, lebih dari lima mata air yang tidak kering sepanjang tahun, serta kerimbunan lebih dari 100 jenis pohon.Pada awal pembangunannya, Wanagama merupakan bukit gundul yang tandus dan kering.
Kehidupan di lokasi ini dimulai ketika tim dari Fakultas Kehutanan UGM melakukan penghijauan dengan teori pembelukaran. Mereka me nanam sebanyak mungkin jenis tanaman pionir yang mampu memperbaiki kondisi tanah, tata air, dan iklim mikro.
Tanam pionir yang didominasi jenis legum memiliki kemampuan mengikat nitrogen di udara sehingga sanggup menyuburkan tanah. Kesuburan tanah juga didongkrak dari tumpukan biomassa humus yang berasal dari pembusukan daun. Hasil dari teori pembelukaran ini baru bisa dinikmati setelah kurun waktu 10-15 tahun.
"Keberhasilan penghijauan di Hutan Wanagama Gunung Kidul mendorong UGM untuk mengembangkan penghijauan seluas 20.000 hektar di Hutan Wanagama II Jambi yang bertipe tropis basah. Hutan Wanagama III bertipe hutan monsoon juga dibangun di Ngawi. Hutan Wanagama menjadi spirit untuk kegiatan pembangunan kehutan an di wilayah lain. Dari Wanagama, kita membangun Indonesia," ujar Naim.
(kompas)
 
 

Design By:
SkinCorner