Minggu, 16 Januari 2011

POHON RAMIN ( Gonystylus bancanus (Miq.) Kurz. )

 
Kayu Ramin dihasilkan oleh pohon yang termasuk marga (genus) Gonystylus dari suku (famili) Tyhmelaeaceae yang banyak tumbuh didaerah rawa gambut dalam hutan alam. Di Indonesia diperkirakan terdapat sekitar 10 (sepuluh) jenis pohon Ramin, antara lain : G.affinis A.Shaw, G.brunescens A.Shaw, G.confuses A.Shaw, G.forbesii Gilg, G.keithii A.Shaw, G.macrophillus A.Shae, G.maingayi Hk.f, G.velutinus A.Shaw, G.xylocarpus A,Shaw dan G.bancanus (Miq.) Kurs. Diantara sepuluh jenis tersebut, jenis Gonystylus bancanus (Miq.) Kurz yang paling banyak diminati untuk diperdagangkan.
Nama lokal/daerah: ramin (Indonesia: ramin(umum), gaharu buaya (Sumatera, Kalimantan), merang (Kalimantan). Brunei Darussalam: ramin. Malaysia: ramin melawis, melawis, ramin telur (Semenanjung), garu buaya (Sarawak). Filipina: lanutan-bagyo, anauan.

Ramin merupakan jenis asli Indonesia (Kalimantan Barat dan Tengah, Sumatera bagian tenggara, Bangka), Malaysia (Semenanjung barat daya dan Sarawak) dan Brunei Darussalam pada hutan rawa-gambut berair tawar di daerah pantai. Sebaran tempat tumbuh dapat mencapai ketinggian 100 m di atas permukaan laut, kadang merupakan tegakan ramin murni. Populasi dan habitatnya menurun tajam akibat penebangan berlebihan. Berdasarkan daftar merah IUCN, tingkat kelestariannya tergolong kategori terancam punah.

Kayu jenis ramin telah sejak lama dikenal sebagai penghasil produk kayu komersial dan memiliki harga jual yang cukup mahal sehingga digolongkan dalam kategori kayu indah. Penampakan fisik jenis ramin yang bertekstur halus membuat jenis ini cukup digemari di pasar kayu Internasional. Harga jual dari produk jadi kayu ramin di pasar internasional hingga saat ini telah mencapai US $ 1.000 per meter kubik. Produk yang dihasilkan umumnya berbentuk kayu olahan (sawn timber), produk setengah jadi (moulding, dowels) dan produk jadi (furniture, window blinds, snooker cues). Negara pengimpor jenis kayu ini antara lain Italia, Amerika Serikat, Taiwan, Jepang, China, dan Inggris.

Ramin tumbuh pada tanah podsolik, tanah gambut, tanah aluvial dan tanah lempung berpasir kwarsa yang terbentuk dari bahan induk endapan. Habitat ramin mempunyai tingkat keasaman (pH) bervariasi dari 3,6 sampai dengan 4,4. Penyebaran jenis Ramin di Indonesia
yang pernah teridentifikasi terdapat di pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Nusa Tenggara Timur, Irian Jaya dan terutama di Pulau Sulawesi. Di Pulau Jawa, Ramin tumbuh di Nusakambangan, sepanjang pantai Jawa Barat di kaki gunung Gede dan Banten. Ramin juga dijumpai di Riau, Bangka Belitung , pesisir timur Pulau Sumatera dan sepanjang Sungai Musi pada Pulau Sumatera. Pada Pulau Kalimantan sebarannya terdapat di Kalimantan Barat,
Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan. Di Indonesia untuk sekarang ini, jenis kayu Ramin hanya dapat dijumpai di kawasan hutan rawa Pulau Sumatera, kepulauan di selat Karimata, dan Pulau Kalimantan. Kawasan konservasi merupakan habitat tersisa dari jenis Ramin yang masih memiliki tegakan relatif rapat dan memiliki diameter pohon relatif besar.

Pohon Ramin termasuk jenis yang memiliki kecenderungan hidup mengelompok dengan sebaran terbatas. Ramin tergolong pohon sedang, yang memiliki batang bundar, tingginya bisa mencapai 40-50 m serta memiliki garis tengahnya mencapai 120 cm. Ramin memiliki kulit kayu berwarna kelabu sampai coklat kemerahan tergantung umur kayu Ramin, tidak bergetah serta beralur dangkal. Kayunya berwarna putih sampai kekuningan. Kayu ramin berwarna kuning pada waktu ditebang, apabila telah dikeringkan akan berwarna keputih-putihan. Kayu Ramin disebut “An attractive, high class utility hardwood” dengan tekstur dan serat yang halus. Tingkat keawetan tergolong rendah sehingga butuh perlakuan khusus dan kayunya tergolong kelas awet V karena sangat peka terhadap serangan jasad perusak atau bubuk kayu basah (blue stain). Dengan demikian apabila ingin memperoleh ketahanan dalam pemakaian, kayu jenis Ramin harus diawetkan terlebih dahulu. Kayu Ramin tergolong jenis sangat mudah diawetkan serta mempunyai berat jenis 0,63.
Daun Pohon Ramin
Daun berbentuk jorong atau bundar telur sungsang / 4-14,5 x 2-7 cm. Panjang tangkai 8-18 mm. Panjang rangkaian bunga sampai 9 cm, berbulu halus pendek. Panjang tangkai individu bunga 8-14 mm, daun mahkota (meruncing, tidak berbulu)yaitu sebanyak 13-20. Buah Bentuk agak bulat, panjang sampai 4,5 cm, dengan 3-4 rongga, permukaan agak kasar tetapi tidak membentuk lekukan yang memanjang. Biji Berbentuk telur, warna hitam, 28 x 22 x 6 mm. Terdapat 250-300 benih/kg.

Sumber :
fwi.or.id/publikasi/intip_hutan/Raminoh.pdf
ramin90fahutan.blogspot.com/ -
www.kidnesia.com/Kidnesia/Indonesiaku/Propinsi/.../Ramin -
openlibrary.org/.../Percobaan_enrichment_planting_pohon_ramin_(Gonystylus_bancanus_Kurz.)_pada_areal_bekas_penebangan_d...
wikipedia
NURMADINA (06781)

Pohon Eboni (Diospyros celebica Bakh)


Kerajaan          : Tumbuh-tumbuhan
Divisi               : Spermatophyta
Anak-divisi     : Angiospermae
Kelas               : Dicotyledoneae
Anak-kelas      : Sympetalae
Bangsa            : Ebenales
Suku                : Ebenacçae
Marga              : Diospyros
Jenis                : Diospyros celebica Bakh
Eboni (Diospyros celebica Bakh) merupakan salah satu jenis kayu dari famili Ebenaceae dan merupakan jenis kayu mewah. Kayu Eboni dikenal juga sebagai kayu hitam karena memiliki teras kayu berwarna hitam dengan garis-garis merah coklat. Di samping Diospyros celebica Bakh, ada beberapa jenis Diospyros (D) yang dapat dikelompokkan sebagai kayu Eboni, yaitu: D.ebeum Koen, D. ferea Bakh, D. Tolin Bakh, D. macrohylla Bl, D. Pilosanthera Blanco dan D. rumphii Bakh. Tetapi banyak orang menganggap bahwa Diospyros celebica Bakh merupakan jenis Eboni yang asli. Dari ketujuh jenis Eboni yang tersebar di seluruh Indonesia, jenis Diospyros celebica-lah yang memiliki penyebaran paling terbatas dibanding jenis lainnya.
Eboni (Diospyros celebica Bakh) merupakan salah satu jenis flora endemik yang ada di pulau Sulawesi, dengan daerah penyebaran di Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan. Saat ini diperkirakan penyebaran habitat Eboni paling selatan adalah di wilayah Maros (Sulawesi Selatan), sedangkan bagian utara di daerah Tomini dan Toli-Toli (Sulawesi Tengah).
Sulawesi Tengah merupakan daerah utama penyebaran alami kayu Eboni, yang meliputi wilayah Poso, Parigi, Donggala, Palu, Luwuk, Tomini dan Toli-Toli. Jenis kayu Eboni biasanya tumbuh di punggung-punggung bukit sampai ketinggian 700 meter di atas permukaan laut, dengan jenis tanah seperti: tanah kapur, batu-batuan dangkal maupun tanah latosol. Sejak dahulu, kayu Eboni banyak digemari orang karena memiliki tekstur kayu yang halus dan merata, dengan teras kayunya yang indah dan sangat awet. Kayu Eboni biasanya digunakan sebagai bahan meubel, patung, ukiran, hiasan dinding, alat musik, kipas dan kayu lapis mewah. Sementara orang-orang Jepang beranggapan, apabila perabotan rumah tangganya berasal dari kayu Eboni dapat meningkatkan status sosialnya (Kuhon dkk, 1987). Tidak kurang dari 95 persen (%) kayu Eboni yang diperdagangkan adalah berbentuk gergajian, dan sisanya sekitar 5% diperdagangkan dalam bentuk barang jadi yang diproduksi oleh para perajin lokal maupun perajin yang ada di pulau Jawa dan Bali. Kayu Eboni dalam bentuk gergajian, kebanyakan diekspor dengan negara tujuan utama adalah Jepang, kemudian Amerika Serikat dan beberapa negara di benua Eropa (Prosea,1995).
Kayu Eboni sudah lama terkenal di dunia perdagangan dengan nama Ebben, Wale, Ebennum, Macassar Eboni dan juga kayu hitam. Meningkatnya permintaan terhadap jenis kayu Eboni mengakibatkan peningkatan terhadap harga kayu ini di pasar luar negeri dari tahun ke tahun. Harga kayu Eboni meningkat dari sekitar US $ 20 per ton pada tahun 1967 menjadi US $ 2.000 per m³ pada tahun 1987 (Kuhon dan Pattiradjawane, 1987), sedangkan harga untuk pasar dalam negeri diperkirakan mencapai harga 1 – 1,5 juta rupiah per m³. Harga jual dari produk gergajian kayu Eboni di pasar luar negeri hingga saat ini bahkan telah mencapai US $ 6.000 per m³ (Deperindag, 2000). Tingginya harga jual dan besarnya kebutuhan akan jenis kayu Eboni ini, membuat maraknya kegiatan penebangan di kawasan hutan alam. Setelah menjadi komoditas andalan pada perusahan HPH di propinsi Sulawesi Tengah sampai awal tahun 1990-an, kayu Eboni dalam beberapa tahun belakangan telah menjadi incaran aktivitas illegal logging. Sejak pertengahan tahun 1990-an, aktivitas illegal logging telah diidentifikasi menjadi semakin marak terjadi di kawasan hutan alam dan Eboni merupakan salah satu jenis kayu terpopuler yang menjadi incaran para penebang di Sulawesi Tengah dan sekitarnya. Dengan semakin meningkatnya aktivitas illegal logging serta pengeksploitasian hutan yang tidak terencana, telah mengakibatkan semakin menipisnya persediaan jenis kayu Eboni di hutan alam. Hal ini didukung oleh beberapa penelitian yang memperlihatkan bahwa di beberapa hutan alam kayu Eboni sudah sulit ditemukan. Keadaan seperti ini juga diperburuk dengan kenyataan bahwa kayu Eboni memiliki pertumbuhan yang sangat lambat.
Eboni ini berupa pohon, perdu atau semak, biasanya dioesis (dioecious, berumah dua) dan kadang-kadang monoesis, dengan percabangan monopodial, serta biasanya tanpa banir (akar papan). Kulit batang hitam atau kehitaman di luar, keras dan agak rapuh, dengan permukaan retak-retak, beralur atau bahkan memecah, jarang licin; di bagian dalam berwarna pucat. Pepagan dan kayu gubal sering berubah menguning bila kena udara, sehingga dapat membantu identifikasi. Kayu teras berwarna hitam, atau hitam berbelang merah muda atau coklat pucat, atau coklat gelap kehitaman.
Pohon eboni ini tanpa daun penumpu (stipule). Daun tunggal, bertepi rata, terletak berseling (alternate) dalam dua deretan, bertulang menyirip, sering dengan bintik-bintik kelenjar yang tersebar jarang di lembaran daunnya. Tulang daun utama sering melekuk menjadi alur di tengah daun.
Perbungaan dalam malai di ketiak, kadang-kadang kauliflori atau ramiflori, yang betina kerap tereduksi menjadi bunga tunggal. Bunga berkelamin satu, kadang-kadang ada pula yang berkelamin ganda, berbilangan 3-5 (jarang 8). Kelopak bunga menetap (tidak rontok), membesar dan seringkali mengeras nantinya, menutupi pangkal buah. Mahkota bunga menyatu di pangkal, membentuk tabung pendek. Buah seringkali berdaging, bulat telur, berbulu dan berwarna merah kuning sampai coklat bila tua, yang kadangkala beracun, menyungkup 1-16 butir biji yang kurang lebih serupa baji dan tersusun konsentris. Daging buahnya yang berwarna keputihan kerap dimakan monyet, bajing atau kelelawar; yang dengan demikian bertindak sebagai agen pemencar biji. Bijinya berbentuk seperti baji yang memanjang, coklat kehitaman
Sumber :
/Silvikultur « Mimpi22's Blog.html
lorelindu.wordpress.com/2009/03/02/kayu-eboni/ -
id.wikipedia.org/wiki/Eboni
eben.html
Kegunaan & Daya Kayu « The Master Of Erysuropati.html

NURMADINA(06781)

Cendana (Santalum album L.)


a. Klasifikasi Ilmiah
Kerajaan          : Plantae
Divisi               : Magnoliphyta
Kelas               : Magnoliopsida
Ordo                : Santales
Famili              : Santalaceae
Genus              : Santalum
Spesies            : Santalum album L.
b. Nama Daerah
Berbagai masyarakat di Nusa Tenggara Timur mengenal cendana dengan berbagai istilah antara lain : kai salun (Helong), hau meni (Atoni meto), ai kamenil (Tetun), Hadana, ai nitu atau Wasu dana (Sumba), ai nitu (Rote), haju mangi (Sabu), bong mouni (Alor).
Cendana mempunyai penyebaran alami terbatas di Indonesia antara lain Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi dan Maluku. Tanaman ini tumbuh baik pada ketinggian antara 50 – 1200 meter dpl, tipe iklim D dan E (menurut Schmidt-Ferguson) dengan rata-rata curah hujan per tahun antara 1100 – 2000 mm serta memiliki 14 hari hujan dalam 4 bulan terkering. Tanaman cendana sangat cocok pada daerah yang berudara dingin dan kering serta intensitas cahaya matahari yang cukup. Bulan kering yang panjang sangat baik pengaruhnya terhadap pembentukan minyak dan aroma. Anakan cendana sangat peka terhadap kekeringan dan sinar matahari langsung, sehingga mudah layu. Pada tanah yang banyak mengandung humus, pertumbuhan candana lebih baik daripada ditanah yang gersang dan tererosi atau ditempat yang banyak ditumbuhi rumput. Kondisi iklim tempat tumbuhnya cendana harus menunjukkan perbedaan musim kamarau dan musim penghujan yang jelas. Pertubuhan cendana secara alamiah terutama di daerah formasi terumbu karang. Cendana sangat suka tumbuh di daerah bebatuan dan tanah vulkanis yang meneruskan air. Cendana dapat hidup di daerah sampai pada ketinggian 1.500 m dari permukaan laut. Cendana tidak dapat tumbuh di hutan lebat tetapi di pinggir hutan dan di daerah padang savana.
Dari hasil analisa terhadap beberapa macam contoh tanah yang dikumpulkan dari berbagai daerah tempat tumbuh cendana dapat diketahui bahwa:
1.      Pada umumnya cendana dapat tumbuh ditanah yang berbatu-batu (lebih kurang 30 cm).
2.      Dapat tumbuh ditanah liat dan galuh, akan tetapi lebih baik ditanah galuh (leemground).
3.      Kirasan pH tanah, mulai dari sedikit dibawah netral sampai dengan sedikit alkalis.
4.      Dapat tumbuh pada kadar hara yang rendah sampai kadar yang tinggi (terutama kadar N, P2O5 dan K2O).
5.      Tanah dilapisan atas harus gembur dengan bobot jenis di bawah 1.2 persen.
6.      Warna tanah dari merah sampai coklat; ditanah yang berwarna hitam atau putih pertumbuhan cendana kurang baik.
Pohon cendana yang tergolong keluarga Santalaceae, Ordo Loranthaceae. Pohon cendana merupakan tumbuhan setengah parasit dan memperoleh makanan dari pohon inang melalui akarnya yang dihubungkan melalui haustori. Unsur zat yang diambil dari pohon inang hanya unsur N, P dan unsur amino. Melalui haustori ini makanan yang diserap melalui pohon inang disalurkan ke mahkota daun yang kemudian diolahnya menjadi zat pembentuk bagian tanaman.
Cendana bersifat introtrap terhadap karbon, bibit cendana yang baru tumbuh, yang hanya mempunyai akar rambut, menggantungkan diri kepada tuan rumah tanaman inang. Ada 213 jenis pohon inang cendana. Namun kesukaan cendana terhadap beberapa jenis pohon tertentu sebagai inang seperti Leguminosa antara lain : albasia, akasia, dalbergia, inga dan pongamia. Cendana juga bisa hidup pada alang-alang sebagai inang.
Pohon Cendana ini dapat mencapai tinggi 11-15 m, dengan diameter 25-30 cm, batangnya bulat . Kulit batangnya kasar, berwarna coklat abu-abu sampai coklat merah. Cabangnya mulai pada bagian setengah pohon. Dahan-dahan primer sangat tidak beraturan, sering bengkok dan banyak ranting. Dahan bagan bawah cenderung tumbuh menggantung. Daun cendana berhadap-hadapan, bentuknya elips hingga lanset (bulat telur) dengan dua ujungnya lancip, tangkai daun 1 - 1,5 cm, kekuningan.
Kayu galih atau teras cendana keras berserat padat dan berwarna kekuning-kuningan dan brminyak. Kayu pinggirnya berwarna putih dan hampir tidak berbau. Pembentukan galih atau teras dimulai sekitar usia 15 tahun. Namun pohon cendana baru siap dipanen pada usia 40 – 50 tahun. Kayunya yang berwarna putih kekuningan dan berbau harum jika kering, dimanfaatkan untuk bahan kosmetika. Minyak Cendana juga digunakan sebagai obat gosok (dicampur dengan minyak kelapa). Minyaknya mengandung santalol. Kayunya (yang dipelihara sampai berumur 20 - 40 tahun) dijadikan perhiasan, patung, kipas, kotak cerutu dan alat rumah tangga lainnya. Kayu muda tidak berteras dan tak berbau.
Tanaman tersebut berbunga cepat, dan pada umur 3 – 4 tahun, mulai berbuah. Bunganya hermaphrodite, berbentuk tabung yang mempunyai empat sampai lima lidah yang terlepas satu dengan lainnya. Rangkaian bunga pendek (2 - 5 cm)/ kecil, bertangkai pendek (2 - 3 mm) mula-mula berwarna putih kecoklatan kemudian menjadi merah darah.
Buahnya bulat berbiji satu, sebesar buah kepundung dan berwarna hitam jika telah masak. Buah cendana merupakan biji yang keras berbentuk bulat, berwarna hitam dengan tiga keratan dari ujung ke tengah-tengah dinding bijinya keras. Daging bijinya tipis. Musim bunga utama pada bulan Desember hingga Januari. Buahnya masak pada bulan Maret dan Juni. Pohon cendana telah berbuah pada usia 3 – 4 tahun. Namun untuk bibit yang terbaik adalah buah dari pohon yang telah berusia 20 tahun. Buah yang masak jatuh dan lekas rusak. Semut, tikus dan burung suka makan buahnya. Namun benih hanya tumbuh pada lingkungan yang ideal.  Cendana dapat berkembang biak melalui biji dan akar.
Sejak jaman kuno cendana telah dipergunakan oleh orang Hindu dan Cina sebagai dupa dalam rangka upacara keagamaan dan kematian. Di samping itu orang Hindu menggunakan tepung cendana sebagai bedak pelabur kulit untuk membedakan kasta Brahmana dan kasta lainnya. Kayu cendana juga dimanfaatkan untuk patung, bahan kerajinan dan perkakas rumah tangga. Dalam pembakaran mayat orang Hindu kadang-kadang digunakan pula kayu cendana. Minyak cendana yang wangi baunya digunakan sebagai bahan pengobatan dan campuran minyak wangi (parfum).
Karena manfaatnya yang cukup banyak, cendana sejak awal abad masehi telah diperdagangkan. Banyak pedagang dari wilayah Indonesia bagian barat dan Cina berlayar ke berbagai wilayah penghasil cendana di Nusa Tenggara Timur terutama Pulau Sumba dan Pulau Timor. Perdagangan cendana semula menjadi monopoli para raja dan keluarga bangsawan, kemudian menjadi monopoli pemerintah kolonial dan pemerintah Indonesia.
Pada masa lalu sering terjadi perang karena memperebutkan daerah pertumbuhan cendana. Kerajaan-kerajaan yang menguasai perdagangan cendana, agar aman pemasokannya, harus menguasai wilayah pertumbuhan cendana secara alami. Oleh karena itu banyak para bangsawan dan panglima dikirim ke daerah-daerah dalam rangka pengamanan cendana. Sering juga agar pengamanan lebih berhasil dilakukan ikatan kekeluargaan antara para bangsawan dan panglima yang datang dengan putri-putri bangsawan lokal. Dari perdagangan cendana banyak dihasilkan kemakmuran bagi para penguasa lokal, dan masuknya berbagai unsur budaya dari luar yang memperkaya khasanah budaya Nusa Tenggara Timur.
Cendana kemudian mempunyai efek sebar tumbuhnya perdagangan. Salah satu latar belakang sebaran etnis, asal-usul nenek moyang di Nusa Tenggara Timur terkait dengan perdagangan cendana. Dari perdagangan cendana menumbuhkan kontak antar budaya dari penduduk lokal dengan para pedagang yang berasal dari berbagai wilayah. Hal ini menumbuhkan berbagai perubahan sosial budaya di Nusa Tenggara Timur yag hakekatnya menumbuhkan dinamika masyarakat NTT.
Daun, kayu, dan hasil olahan Pohon Cendana
 

 
Sumber :
Web.upi.html
Wikipedia
/cendana/cendana-santalum-album-l.html
/cendana/browser.php.html
Steenis, van. 2005. Flora. Edisi ke sepuluh. PT Pradnya Paramita. Jakarta.

NURMADINA (06781)

 

Design By:
SkinCorner